Saturday, December 4, 2010

HATI

NASIHAT IBNU QAYYIM DI DALAM HATI MANUSIA ....
Di dalam hati manusia ada kekusutan dan tidak akan terurai kecuali menerima kehendak Allah SWT.

Di dalam hati manusia ada keganasan dan tidak akan hilang kecuali berjinak dengan dengan Allah SWT.

Di dalam hati manusia ada kesedihan dan tidak akan hilang kecuali seronok mengenali Allah SWT.

Di dalam hati manusia ada kegelisahan dan tidak akan tenang damai kecuali berlindung, bertemu dan berjumpa denganNya.

Di dalam hati manusia ada penyesalan dan tidak akan padam kecuali redha dengan suruhan dan laranganNya serta qadha dan qadarNya serta kesenantiasa sabar sehingga menemuiNya.

Di dalam hati manusia ada hajat dan tidak akan terbendung kecuali kecintaan kepadaNya dan bermohon kepadaNya.

Info : Dari buku ; Nasehat Keimanan Ibnu Qayyim karangan Ali bin Muhammad As-Dihami terbitan Shafa Publishing.



Hati manusia dewasa mempunyai berat antara 1.3 - 3.0 kilogram. Ia adalah organ lembut berwarna perang kemerahan. Hati merupakan organ kedua terbesar dalam tubuh manusia. Di dalam kitab suci al-Quran, Allah s.w.t menjelaskan kepada Rasulullah s.a.w tentang kedegilan kaum kafir yang mahu berterusan dalam kehidupan mereka yang liar dan buas, tidak mahu mendengar seruannya untuk beragama dengan agama tauhid dalam membentuk moral dan memperbaiki kehidupan mereka, malah berusaha menyakiti baginda dan mencuba menggagalkan misi baginda, maka Allah swt menegaskan bahawa mereka itu adalah merupakan golongan yang ‘sakit hatinya, lalu Allah tambahkan penyakit hati mereka, supaya mereka akan merasa segala kepedihan seksa dan azab Allah nanti..
(lihat ayat 10, surah al-Baqarah)

Rasulullah SAW bersabda, "Dalam diri manusia itu ada segumpal darah, yang apabila baik maka baik seluruhnya, tetapi apabila buruk maka buruk seluruhnya, itulah hati". [HR. Bukhari]

Wednesday, December 1, 2010

Kisah Putera Khalifah Harun Ar Rasyid

Tersentuh hati ini, bila membaca kisah putera kepada Khalifah Harun Ar Rasyid. Sekitar umurnya 16 tahun dia sering bergaul dengan para ahli zuhud dan tokoh-tokoh agama pada masa itu. Sering mengunjungi tanah kuburan, duduk ditepi kubur dan berkata,

Ada masanya ketika kamu tinggal di dunia ini dan kamu sebagai tuannya, tetapi ternyata dunia tidak melindungimu dan nasibmu berakhir di kubur. Seandainya aku tahu apa yang engkau alami sekarang ini, tentu aku ingin mengetahui apa yang kamu katakan dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan kepadamu."

Dia sering membaca syair : Perkuburan telah menakutkanku setiap hari dan ratapan wanita-wanita yang berduka cita membuatku sedih.



Di suatu hari, anak itu datang ke istana ayahnya Harun Ar Rasyid, yang sedang duduk bersama pengawal peribadinya, orang-orang besar istana dan tetamu terhormat. Namun puteranya itu berpakaian sangat sederhana, dengan hanya serban di kepalanya. Ketika orang-orang istana itu melihat keadaannya mereka berkata, "Keadaan anak ini menghina Amirul Mukminin di hadapan para bangsawan, jika ia dapat memperingatkannya, mungkin anak itu akan menghentikan kebiasaannya."


Khalifah mendengar ucapan itu, maka ia berkata kepada anaknya, "Anakku sayang, engkau telah memalukan aku di hadapan para bangsawan". Anak itu tidak berkata sepatah kata pun atas ucapan ayahnya. Bahkan ia memanggil seekor burung yang bertenggek berdekatan kawasan tersebut, "Wahai burung, aku memohon kepadamu, demi Dzat yang menciptakanmu, datanglah dan duduklah di atas tanganku."



Burung itu terbang menghampirinya dan hinggap di atas tangannya. Kemudian anak itu menyuruhnya terbang lagi, dan burung itu pun terbang lagi ke tempatnya semula. Kemudian dia berkata kepada ayahnya, "Ayahku sayang, sesungguhnya kecintaanmu kepada dunia inilah yang memalukan diriku. Aku telah memutuskan untuk berpisah denganmu." Setelah berkata demikian, ia pergi hanya berbekal Al Quran saja.



Ketika ia memohon kebenaran kepada ibunya untuk keluar dari istana, ibunya memberi sebuah cincin yang sangat indah dan mahal, (agar ia dapat menjualnya jika ia memerlukan duit). Anak laki-laki itu pergi ke Basrah, dan bekerja bersama para buruh. Namun dia hanya bekerja pada hari Sabtu saja. Digunakan upahnya sehari untuk perbelanjaan selama seminggu, dengan menggunakan (satu danaq) seperenam dirham setiap hari.



Kisah selanjutnya diceritakan oleh Abu Amir Bashri rah.a., ia berkata,


"Pada suatu ketika, sebelah dinding rumahku roboh dan aku memerlukan seorang tukang batu untuk memperbaikinya. Ada seseorang yang memberitahuku bahawa ada seorang anak lelaki yang dapat mengerjakan pekerjaan tukang batu. Maka aku pun mencarinya. Di luar kota, aku melihat seorang pemuda tampan sedang duduk di tanah sambil membaca al Quran dengan sebuah beg di sisinya. Aku bertanya, apakah engkau mahu bekerja sebagai buruh? dia menjawab, " Sudah tentu, kita telah diciptakan untuk bekerja. Pekerjaan apakah yang tuan inginkan untukku?"


Aku katakan bahawa aku memerlukan seorang tukang batu untuk mengerjakan bangunan.  Pemuda itu berkata, "Aku mahu pekerjaan itu asalkan upahku satu dirham dan satu danaq sehari. Dan aku akan berhenti kerja dan pergi ke masjid bila tiba waktu solat, kemudian akan ku sambung pekerjaan tersebut setelah selesai solat." Aku menyetujuinya.


Akhirnya dia ikut bersamaku dan mulai mengerjakan dinding itu. Pada esok harinya, aku kembali, dan aku sangat terkejut melihat bahwa dia telah melakukan pekerjaan seperti sepuluh orang tukang batu yang mengerjakannya. Aku memberi upah kepadanya dua dirham. Tetapi dia menolak upah yang melebihi satu dirham dan satu danaq. Kemudian dia pergi hanya dengan upah yang telah disetujui.


Keesokan paginya, aku pergi lagi mencarinya, tetapi aku diberi tahu bahwa ia hanya bekerja pada hari Sabtu saja. Dan tiada seorang pun yang dapat menemukannya pada hari-hari lainnya. Karana aku sangat berpuas hati dengan pekerjaannya, maka aku mahu dinding rumahku di kerjakan olehnya pada Sabtu depan. Pada hari Sabtu itu, aku mencarinya lagi dan aku dapati dia berada di tempat yang sama sedang membaca al Quran sebagaimana biasa. Aku mengucapkan salam kepadanya, "Assalamu Alaikum". "Wa Alaikumus Salam". Balasnya.

Dia bersedia bekerja lagi untukku dengan syarat yang sama. Dia pun ikut bersamaku dan mulai mengerjakan dinding itu lagi. Aku merasa hairan bagaimana dia dapat mengerjakan pekerjaan sepuluh orang pekerja seorang diri seperti pada hari Sabtu yang lalu, maka aku pun mengintipnya bekerja tanpa pengetahuannya. Aku melihatnya dengan sangat takjub, bahawa ketika ia meletakkan adukan simen ke dinding, maka batu-batu itu dengan sendirinya menyatu. Akhirnya aku sedar dan meyakini bahawa anak itu adalah kekasih Allah Swt. Sebagaimana hamba-hamba-Nya yang khusus saja yang mendapatkan pertolongan ghaib seperti itu dari Allah Swt.

Keesokan harinya, aku ingin memberinya tiga dirham, tetapi dia hanya mengambil satu dirham dan satu danaq kemudian pergi, sambil berkata, "Aku tidak memerlukankan lebih dari ini." Aku menunggu minggu berikutnya, lalu aku mencarinya pada Sabtu berikutnya, tetapi aku tidak menemukannya.

Aku bertanya kepada orang berdekatan di situ. Ada seorang lelaki memberitahuku bahawa  pemuda itu sedang mengalami sakit selama tiga hari dan berbaring di tempat yang sepi. Kemudian aku membayar seseorang untuk menghantarkanku ke tempat tersebut. Setibanya di sana, aku melihat dia sedang berbaring di atas tanah dalam keadaan tidak sedarkan diri. Kepalanya berbantalkan sepotong batu. Aku memberi salam kepadanya, tetapi dia tidak membalasnya. Aku berkata, "Assalamu Alaikum." lebih keras lagi. Dia membuka matanya sedikit dan mengenaliku. Aku baringkan kepalanya di pangkuanku, tetapi dia kembali meletakkan kepalanya di atas batu, dan membaca beberapa syair. Dua diantaranya masih kuingat, berbunyi demikian :

"Wahai kawanku, janganlah engkau terpedaya dengan kemewahan dunia. Karena hidupku akan berlalu. Kemewahan hanyalah untuk sekejap mata. Dan bila engkau mengusung jenazah ke pemakaman, ingatlah suatu hari engkau pun akan diusung ke pemakaman."

Kemudian anak itu berkata kepadaku, "Abu Amir! Jika rohku telah melayang, mandikanlah aku dan kafanilah aku dengan pakaian yang kupakai sekarang."

Sahutku, "Sayangku, aku tidak keberatan membelikan kain baru untuk kafanmu."

Dia berkata, "Orang yang masih hidup lebih menginginkan pakaian yang baru daripada yang mati."

Anak itu menambah lagi, "Kafan (lama ataupun baru) akan segera membusuk. Yang tinggal dengan seseorang setelah kematian adalah amal perbuatannya. Berikan serban dan kendi airku kepada penggali kuburku dan jika engkau telah memakamkanku, sampaikan al Quran dan cincin ini kepada khalifah Harun Ar Rasyid. Tolonglah berikan terus ke tangannya dan katakan kepadanya, "Benda-benda itu dipercayakan kepadaku oleh seorang lelaki asing yang memintaku untuk menyampaikannya kepada engkau dengan pesan, "Wahai ayah, perhatikanlah, jangan sampai engkau meninggal dalam kelalaian dan terpedaya oleh dunia."

Dengan kata-kata itu di bibirnya, anak itu meninggal dunia. Saat itu barulah aku sedari bahawa anak itu adalah seorang bangsawan.

Setelah wafat, akupun memandikannya, mengkafankannya dan membaringkannya dalam kubur sesuai dengan pesannya. Lalu kuberikan serban dan kendi airnya kepada penggali kubur. Kemudian aku pergi ke Baghdad untuk menyampaikan cincin dan al Quran kepada khalifah.

Sungguh beruntung, setibanya aku di sana, baru saja iringan khalifah keluar istana. Aku berdiri di sebuah tempat yang agak tinggi sambil memperhatikan rombingan itu. Tidak lama kemudian keluarlah satu pasukan terdiri dari seribu orang berkuda, diikuti oleh sepuluh pasukan lagi yang masing-masing terdiri dari seribu orang berkuda.

Diantara pasukan yang terakhir, terlihatlah Amirul Mukminin, maka aku pun  terus memanggilnya dengan berteriak, "Amirul Mukminin, aku mohon kepadamu, atas nama hubungan kekeluargaan dengan Rasulullah Saw., berhentilah sebentar."

Amirul Mukminin berhenti dan melihat sekeliling, lalu aku maju ke depannya dan menyerahkan kedua benda amanat dari almarhum putera pangeran itu, lalu aku berkata, "Benda-benda ini telah dipercayakan kepadaku oleh seorang pemuda asing yang kini telah meninggal dunia, dia berwasiat agar benda-benda ini disampaikan langsung ke tangan tuan."

Khalifah memandang cincin dan al Quran itu sambil menundukkan kepalanya dengan sedih. Aku melihat air matanya mengalir, kemudian ia menyuruh pengurus istana untuk menghantarku ke istananya. Aku tinggal bersama pengurus istana itu.

Setelah khalifah kembali pada esok harinya, dia menyuruh agar tirai-tirai istana diturunkan, dan menyuruh pengurus istana agar agar membawaku ke hadapannya, kemudian ia berkata, "Lelaki itu hanya akan menimbulkan kesedihan bagiku."

Pengurus istana menemuiku dan berkata, "Amirul Mukminin memanggilmu, namun ingatlah, jiwanya sedang bergoncang. Jika engkau ingin mengatakan sesuatu dalam sepuluh kata, cubalah mengatakannya dengan lima kata saja."

Kemudian ia menghantarkanku ke bilik peribadi khalifah. Kulihat khalifah sedang duduk seorang diri, lalu dia menyuruhku untuk duduk di dekatnya dan bertanya kepadaku, "Apakah kamu mengenal anakku?"

Jawabku, "Ya."

dan bertanya lagi, "Apa yang telah dilakukannya untuk menyara hidupnya?"

Kukatakan bahawa dia bekerja sebagai tukang batu. Amirul Mukminin bertanya, "Apakah engkau juga pernah mengupahnya sebagai tukang batu?"

Aku berkata, "Ya, pernah."

Amirul Mukminin berkata, "Apakah tidak terfikir olehmu, bahawa ia berhubungan keluarga dengan Rasulullah Saw.?" (Harun Ar Rasyid adalah keturunan Abbas r.a. saudara Rasulullah Saw.)

Jawabku, "Wahai Amirul Mukminin! Pertama aku memohon ampun kepada Allah Swt. dan aku meminta maaf kepadamu, kerana aku mengetahuinya setelah dia meninggal dunia."

Khalifah berkata, "Apakah engkau memandikannya dengan tanganmu sendiri?"

Aku berkata, "Ya."

Ia berkata, "Biarlah kusentuh tanganmu." Kemudian ia memegang tanganku ke dadanya dan mengusap-usap dadanya dengan tanganku, lalu ia membaca beberapa bait syair yang bunyinya :

"Wahai engkau yang menjauhkan dariku.
Hatiku larut dalam kesedihan atasmu.
Mataku mengalirkan air mata penderitaan.
Wahai engkau yang jauh pemakamannya.
Terlalu jauh. Kesedihanmu lebih dekat di hatiku.
Benar, kematian itu membingungkan kesenangan yang tertinggi di dunia.
Wahai anakku yang menjauh dariku.
Engkau bagai bulan yang tergantung di atas dahan perak.
Bulan telah menetap di kubur, sedang dahan perak menjadi debu."

Kemudian Harun Ar Rasyid memutuskan untuk pergi ke Basrah mengunjungi makam puteranya dan aku menemaninya. Ketika berdiri di sisi makam puteranya, Harun Ar Rasyid membaca syair berikut ini :

"Wahai pengembara ke alam yang tidak diketahui.
Tidak akan engkau kembali ke rumah.
Kematian telah merengutmu di awal masa remajamu.
Wahai penyejuk mataku, engkaulah pelipur laraku.
Kediaman hatiku, di kesunyian.
Engkau telah merasakan racun kematian.
Yang seharusnya ayahmulah yang minum di usia tuanya.
Sungguh setiap orang akan merasakan kematian.
Apakah ia seorang pengembara atau penduduk kota.
Segala puji bagi Allah Yang Esa. Yang tidak mempunyai sekutu.
Kerana ini adalah bukti dari keputusannya."

Pada malam berikutnya setelah menunaikan kebiasaan ibadah harianku, dalam tidurku aku bermimpi melihat sebuah istana berkubah penuh nur. Di atasnya ada awan dari nur yang menaunginya. Dari awan nur itu keluarlah suara almarhum pemuda itu yang berkata, "Abu Amir, Semoga Allah Swt. menganugerahimu pahala terbaik."

Aku bertanya kepadanya, "Sahabatku, apa yang telah engkau alami di alam sana?"

Ia berkata, "Aku telah diakui di hadapan Tuhanku Yang Maha Pemurah dan Yang merasa senang denganku. Ia telah memberiku kurnia yang mata tidak pernah melihatnya, telinga tidak pernah mendengarnya dan akal tidak dapat memikirkannya."

Abdullah bin Mas’ud r.a. berkata, 
"Di dalam Taurat tertulis bahawa Allah Swt. menyiapkan suatu kurnia bagi mereka yang meninggalkan tempat tidurnya untuk menangis kepada Tuhan mereka (dalam solat Tahajjud) yang tidak pernah mata melihatnya, tidak pernah telinga mendengarnya, tidak pernah terpikirkan oleh akal seseorang dan tidak ada seorang pun atau malaikat yang mengetahuinya, dan tidak pernah diketahui oleh siapa pun. 

Allah Swt. berfirman di dalam al Quran :
"Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka iaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan." (As Sajdah ayat 17)

Kemudian pemuda itu berkata kepadaku (dalam mimpi), "Allah Swt. telah berjanji kepadaku, bersumpah demi keagungan-Nya. bahawa DIA akan menganugerahiku kehormatan dan kurnia yang begitu kepada semua yang keluar dari dunia seperti aku, tanpa ternodai olehnya"

Penulis Raudh berkata bahawa kisah ini juga telah sampai kepadanya melalui periwayat yang lain. Ditambahkan dalam riwayat ini bahawa seseorang bertanya kepada Harun Ar Rasyid mengenai puteranya. Dia berkata, "Puteraku dilahirkan sebelum aku diangkat sebagai khalifah, diasuh dan diajarkan adab dan sopan santun dengan sangat baik. Dia telah mempelajari al Quran dan ilmu-ilmu agama lainnya. Tetapi ketika aku diangkat menjadi khalifah, dia meninggalkanku dan pergi. Kebesaran duniawiku tidak memberikan kesenangan dalam hidupnya. Dan dia tidak ingin memanfaatkannya sedikitpun. Ketika dia akan pergi, aku meminta ibunya agar memberinya sebuah cincin mutiara yang indah. Namun dia menolak memakainya dan mengirimnya kembali sebelum wafat. Anak itu sangat patuh kepada ibunya." (Raudh)

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Harun Ar Rasyid rah.a, mempunyai seorang putera yang tidak menyukai dunia, 
terkenal sebagai khalifah yang sangat soleh dan budiman. Biasanya, jika seseorang yang memilki kekuasaan dan harta kekayaan, suka tergelincir dalam perbuatan-perbuatan buruk, tetapi sejarah membuktikan bahawa beliau banyak terjun dalam hal agama. Ketika masa pemerintahannya, dia solat nafil seratus rakaat setiap hari hingga wafatnya, suka bersedekah dari wang peribadinya seribu dirham setiap hari, juga memimpin pasukan jihad dan beribadah haji dua tahun sekali.

Apabila beribadah haji, beliau membawa seratus alim ulama dan putera mereka bersamanya. Dan pada tahun-tahun ia berjihad,  akan mengirim tiga ratus orang rakyatnya untuk pergi haji dan  menanggung kos perjalanan, makanan dan pakaian mereka. Memberikan layanan dan pakaian yang terbaik untuk mereka, memberi hadiah kepada sesiapa pun yang meminta pertolongannya, dan menolong sesiapa pun atas kehendaknya tanpa diminta. Sangat mencintai alim ulama, yang mendapat penghormatan tersendiri di istananya.

Suatu ketika, muhaddits terkenal Abu Muawiyah ad Dharir (bermakna yang buta) makan bersama Harun Ar Rasyid. Setelah makan, ketika ulama buta itu berdiri untuk mencuci tangannya, khalifah langsung mengucurkan air ke atas tangannya., dan berkata bahawa dia melakukan itu kerana penghormatannya kepada ilmunya.

Abu Muawiyah ad Dharir rah.a. berkata, "Suatu ketika, pada saat aku menceritakan kepadanya tentang hadits Rasulullah Saw. tentang perdebatan antara Adam a.s. dan Musa a.s. ada seseorang laki-laki yang duduk di dekatnya berkata, "Di mana mereka telah bertemu?"

Mendengar hal ini, Harun Ar Rasyid langsung berseru marah, "Mana pedangku? Biar kupenggal leher orang zindiq ini. Ia berani membantah hadits Rasulullah Saw.?"

Dan Harun Ar Rasyid sering menangis keras bila ada nasihat yang ditujukan kepadanya. (Sejarah Baghdad- Al Khatib).